Jumat, 11 November 2016

Cara menghubungkan Anycast dari Laptop dan Smartphone/Tablet Samsung dengan Mudah

Cukup banyak sahabat yang mengeluhkan belum dapat menghubungkan Anycast/ezcast ke laptop atau pun ke smartphone/tablet. Padahal sudah beli mahal-mahal, belum bisa digunakan.  Pada tutorial sederhana ini saya mencoba memandu sahabat untuk bisa mengkoneksikan anycast dari laptop/smartphone ke LCD Proyektor. Tutorial pertama adalah bagaimana menghubungkan anycast dari laptop dengan OS Windows 8 agar sahabat bisa presentase dengan mudah ke LCD Proyektor tanpa terganggu dengan keterbatasan kabel VGA yang super pendek itu. Ok langsung saja...

1. Pertama-tama siapkan peralatan tempurnya:
a. Laptop (kali ini saya pakai OS windows 8)
b. Anycast atau Ezcast


c. LCD Proyektor
d. Adapter HDMI to VGA (optional)


Jika LCD proyektor sahabat sisa peninggalan jepang hehehee....yang ditandai dengan belum adanya colokan HDMI, maka sahabat mesti menambahkan sebuah alat yang namanya adapter HDMI to VGA female.Tapi sahabat kalo sudah menggunakan LCD terkini, biasanya sudah dilengkapi colokan HDMI jadi tidak perlu alat tambahan ini.

2. Pasang dan hubungkan semua peralatan dengan sumber listrik
3. Nyalakan LCD dan laptop
4. Pada Laptop akan muncul tampilan dekstop....lalu tekan tombol windows dan tombol C pada        keyboard (windos+C) bersamaan sehingga di dekstop sahabat muncul gambar seperti ini:


5. Klik ikon Device yang berada di sebelah kanan sampai muncul tampilan seperti gambar di bawah.       Selanjutnya klik ikon Project:


6. Berikutnya muncul tampilan seperti gambar berikut. Jika Anycasy sahabat terpasang sempurna di LCD maka laptop sahabat akan membaca keberadaan Anycasy dan menkoneksikannya secara otomatis.  Klik ikon monitor yang ada tulisan anycast. Tunggu beberapa saat sampai koneksi sempurna dan tampilan laptop kita muncul di layar LCD.


7. Berikut gambar di LCD proyektor saat kita  mencoba mengkoneksikan laptop dengan anycast


8. Dan gambar di bawah setelah anycast sukses mengkoneksikan layar laptop dengan layar LCD (miracast).


Dengan anycast, presentase ruwet yang mengandalkan koneksi via kabel VGA dapat teratasi dengan mudah. Jadi pada jarak sampai sekitar 20 meter, sahabat masih leluasa mengontrol presentase sambil bawa-bawa laptop (jenis notebook). Bahkan penempatan LCD yang kabel VGAnya pendek juga semakin mudah sehingga tampilannya dapat kita maksimalkan. Saya cukup sering melihat presentase yang tampilan layarnya kecil dan bikin sakit mata peserta yang duduk di belakang.

Selanjut bagaimana mengkoneksikan anycast dengan smartphone/tablet? Ok langsung saja. Kali ini saya pakai Samsung A8 yang berlayar 8 inch. Oh ya tablet ini sangat handal buat presentase karena sudah dilengkapi dengan pen khusus  bisa dipakai corat coret ala golden waysnya  MarioTeguh. Buat guru matematika, nih tablet asyik  banget. Gak perlu pake spidol tiga warna karena di tablet ini disediakan cukup pilihan warna tinta.

1. Siapkan dan hubungkan LCD plus anycast dengan sumber listrik
2. Unduh dan install aplikasi WIFI DISPLAY HELPER di playstore



3. Buka aplikasi WIFI DISPLAY HELPER



4. Dan klik Start Wifi Display .....ta dang.........layar tablet sudah mirroring di LCD Proyektor. Selanjut sahabat sudah bisa presentase dengan mudah dan sangat fleksibel. Bahkan hasil pekerjaan siswa bisa difoto dan langsung di proyeksikan ke layar. Sehingga mereka bisa juga presentase.....
Untuk smartphone merk lain, mungkin cara koneksinya beda. Ada yang perlu menggunakan aplikasi pihak ketiga dan mungkin ada juga yang tidak perlu. Jika di smartphone sahabat punya fitur WIFI DISPLAY (fungsinya untuk koneksi layar menggunakan WAN/LAN) maka tidak perlu susah payah download WIFI DISPLAY HELPER. Gunakan saja fitur tersebut maka sudah bisa langsung mirroring dengan LCD.

Review sedikit mengenai penggunaan Tablet Samsung A8 di LCD proyektor, terus terang saya agak kecewa karena tampilan mirror nya  kecil kalo tidak mau dibilang mini. Sehingga mau tidak mau, LCD saya tempat agak jauh dari dinding. Its ok tampilan menjadi lebih besar namun kontrasnya menjadi hilang sehingga kesannya kabur. Beda saat saya menggunakan Xiaomi Redmi Note 3 yang berlayar 5,5 inc. Tampilan di LCD jauh lebih lebar dan lebih tajam dari samsung dan saya lebih senang menggunakan xiaomi ini. Hanya sayangnya, smartphone besutan tiongkok ini belum dilengkapi pen layaknya samsung A8.

Tampilan Tablet Samsung A8 ( 8 Inc) di LCD Proyektor:


 Dan gambar berikut Tampilan Xiaomi Redmi Note 3 (5,5 inc) di LCD Proyektor :



Ok sahabat...selamat  mencoba! Salam Hangat

Senin, 31 Oktober 2016

Menggodok Harapan di Pantai Bahari

Catatan kecil Rakerda 1 IGI Mamuju

Pengurus IGI Kabupaten Mamuju akhirnya tuntas meletakkan dasar langkah kaki organisasi usai menggelar rapat Kerja daerah I pada 30 Oktober 2016 di Pantai Wisata Bahari Lombang-Lombang Kecamatan Kalukku. Pada hajatan yang dihadiri sekitar 20 pengurus dan anggota tersebut, diskusi untuk menata masa depan IGI berlangsung dalam suasana santai, penuh kekeluargaan, namun tetap serius.
Sebagaimana tradisi baku dalam rapat kerja organisasi, pelaksanaan rakerda yang dimotori Muliadi S.Pd, Syahrir S.Pd, Aan dkk,  diawali dengan seremoni pembukaan yang pointnya menyentuh spirit berlembaga para guru yang selama ini memang sudah tergerus. Dalam sambutannya, ketua IGI Mamuju, Rustan Apandi, mengingatkan spirit kehadiran IGI adalah untuk membantu guru meningkatkan kompetensi profesionalismenya ke level yang lebih tinggi melalui kegiatan-kegiatan nyata.  "Kita tidak perlu program kerja yang muluk-muluk. Kita membutuhkan program kerja yang bisa kita realisasikan sesuai dengan tujuan kehadiran IGI dan kemampuan kita melaksakannya," papar Rustan.
Ketua Wilayah IGI Sulawesi Barat, Hilman Paturusi,  yang dipercaya membuka Rakerda menyampaikan harapan, kiranya pengurus IGI Mamuju segera menggarap sejumlah sektor potensial untuk dikembangkan demi kemajuan para guru di Mamuju. "Salah satunya adalah rekruitmen anggota. Mamuju memiki guru sekitar 4000 orang. Pengurus harus strategik mengajak sedikitnya 500 guru untuk bisa bergabung di IGI. Dan, itu angka 500 adalah angka yang logis mengingat IGI masih baru dan belum begitu dikenal di kalangan guru." urai Hilman.
Pada perumusan program kerja yang dibahas melalui rapat komisi dan pleno, lahir sejumlah program kerja dari tujuh bidang yang ada.  Beberapa di antaranya : seribu mata membaca, advokasi guru, workshop penyusunan perangkat PBM dan Media Pembelajaran Berbasis IT, publikasi karya guru. Selain membicarakan program kerja secara teknis, mencuat pula harapan IGI menjadi organisasi guru yang terdepan dalam membela hak-hak guru. "Paling tidak kita mampu menunjukkan empati pada kawan-kawan guru yang menghadapi masalah," harap Rustan.
Harapan ini mengemuka setelah melihat berbagai kasus dan masalah yang mendera guru baik dari sisi hukum maupun dari sisi manusiawi tanpa adanya advokasi dan empati.  Ketua IGI Sulawasi Barat Hilman Paturusi menyatakan IGI tidak akan menjadi organisasi yang teknikal tetapi juga akan menjadi organisasi yang humanis bagi guru.  
Sampai Pukul 14.00, angin di Pantai Wisata Bahari tetap berhembus hangat dan lembut seakan mengajak daun-daun kelapa menari bersama. Ombaknya menghempas pelan mengiring derai riang anak-anak yang berenang. Seperti ombak yang tidak pernah jenuh menggapai tepian, demikian juga harapan kepada pengurus agar setia pada komitmen yang telah digodok.

Minggu, 29 Mei 2016

Mereduksi Tindakan Kekerasan Guru terhadap Peserta Didik



      Refleksi atas penahanan Guru Nurmayani di Bantaeng


Berita penahanan guru Nur-mayani oleh aparat hukum di Kabu-paten Bantaeng karena dugaan tindak kekerasan pada siswanya, pertengahan Mei 2016 kemarin, telah membuat pela-ku pendidikan terhenyak. Penahanan tersebut menjadi pembicaraan hangat khususnya di kalangan guru-guru bah-kan meluas hingga ke sosial media. Sebenarnya kita tidak benar-benar terkejut dengan berita ini karena berb-agai kasus dugaan tindak kekerasan oleh guru terhadap siswa, sudah sering menghias media massa baik cetak maupun on line. 

Di kalangan guru-guru, kasus-kasus pemberian hukuman pada siswa yang berujung di ranah hukum tentu saja meresahkan karena adanya kesadaran diri bahwa posisi mereka sangat rawan mengalami kejadian yang sama dengan guru terduga pelaku kekerasan yang harus mendekam dibalik jeruji. Jika tidak berhati-hati dalam berinteraksi dengan siswa, maka guru akan dengan mudah terperangkap pada tuntutan hukum.  Apalagi dengan adanya undang-undang perlindungan anak, ‘kekuasaan’ guru terhadap peserta didik kian mengecil.  Zaman memang sudah berubah. Dahulu, orangtua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru. Orangtua bisa menjadi malu bila mendapat laporan tentang pelanggaran atau perilaku tidak terpuji anaknya di sekolah sehingga laporan akan dilanjutkan orangtua dengan memberikan hukuman tambahan pada si anak. 

Tak heran bila era tahun 70-an sampai 90-an, siswa-siswa enggan melaporkan kekerasan yang dialami di sekolah kepada orangtuanya. Kebalikannya saat ini,  orangtua mudah geram saat menerima laporan sepihak dari anaknya. Tanpa verifikasi ke pihak sekolah, ada orangtua yang amukan di sekolah dan ada mengadu ke pihak berwajib. Terlepas dari pergeseran pola perilaku orangtua masa kini, layak kita menyimak kajian disertasi Dr Djamal dari UIN Sunan Kalijaga tentang tindak kekerasan di sekolah. Mengapa guru menjadi mudah memberikan hukuman fisik kepada siswa? Djamal  mengungkapkan ada dua penyebab utama. Pertama, faktor internal yang meliputi rendahnya kompetensi guru dalam mengelola kelas, masalah dalam keluarga, masalah kesehatan fisik, disposisi agresif, dan kerentanan emosi. Kedua, faktor eksternal yang meliputi pelanggaran tata tertib sekolah, siswa ribut saat pembelajaran, sikap dan perilaku siswa yang dianggap meremehkan guru. 

Faktor eksternal adalah realitas obyektif dan faktor internal merupakan potensi subyektif.  Bertemunya realitas obyektif dengan potensi subyektif inilah yang  biasanya menyulut terjadinya tindakan kekerasan guru pada siswa. Hukuman yang dilatari amarah dan dendam, berpotensi memberikan efek buruk terhadap perkembangan psikologis anak. Sehingga dengan alasan apapun, tindakan menghukum siswa secara fisik, hingga kini cukup sulit untuk bisa dibenarkan. 

 Realitas sehari-hari di kalangan pendidik, memberikan hukuman kepada siswa yang bersalah dalam bentuk hukuman fisik, adalah hal lumrah karena pada batasan tertentu, guru kerap berhadapan dengan kelompok siswa yang memang memiliki tingkat kenakalan atau perilaku negatif yang tidak bisa dihentikan hanya dengan verbalism. Nasehat yang lembut, gertakan, sampai ancaman pemanggilan orangtua, terkadang menjadi hal yang sia-sia. Bila kejadian seperti ini berlanjut dan berulang, guru akan dihinggapi rasa frustasi dan merasa tidak dihargai. Kita bisa menerka, sebagai manusia biasa, amarah guru mudah tersulut dan tanpa disadari,  amarah yang terakumulasi dapat menjebol batas kesabaran guru. 

Teori behavior yang juga diadopsi sistem pendidikan kita pada dasarnya mengakomodir pemberian hukuman ini. Namun hukuman hanya diberikan ketika penguatan untuk sebuah perilaku tidak berhasil. Dan ketika hukuman diperlukan, harus diberikan seringan mungkin. Penting diingat, dalam dunia pendidikan, hukuman tidak diberikan untuk melahirkan siksaan. Hukuman digunakan sebagai instrumen usaha mengembalikan perilaku anak ke arah yang lebih baik diiringi dengan pemberian motivasi agar mereka menjadi pribadi imajinatif, kreatif, dan produktif. Hukuman diberikan untuk menghentikan perilaku anak yang salah sekaligus juga untuk mengajar dan mendorong anak untuk memiliki kesadaran menghentikan perilakunya yang salah. 

Dalam keseharian, guru cenderung suka memberikan hukuman negatif karena hasilnya dapat langsung terlihat dimana anak menghentikan perilaku negatifnya saat itu juga. Selain itu guru juga terkadang memberikan hukuman yang tidak berkorelasi dengan kesalahan yang dilakukan. Misalnya mengusir siswa yang ribut dari kelas, memberikan hukuman berdiri di depan kelas untuk siswa yang tidak mengerjakan PR, atau berlari keliling lapangan karena terlambat. Lantas bagaimana cara memberikan hukuman mendidik namun memiliki efek jera untuk mengurangi perilaku negatif anak? Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan di antaranya guru harus bersikap dan bertindak tegas dalam menyampaikan alasan mengapa suatu perilaku dilarang dan dibolehan sehingga siswa paham dan menjadi segan membantah atau menolak.

Konsisten, artinya antara guru satu dengan guru lainnya sepaham mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah. Contoh sikan inkonsistensi, guru yang satu menghukum siswa yang terlambat masuk kelas tetapi guru lain tidak; memberikan hukuman yang proporsional dan korelatif, misalnya siswa yang memecahkan kaca diberikan hukuman mengganti kaca yang pecah bukan dengan hukuman lompat kodok di lapangan terbuka ; Berikan hukuman yang edukatif, misalnya siswa yang tidak mengerjakan PR dihukum melakukan wawancara, membaca buku dan menuliskan hasil bacaannya. 

 Apabila pemberikan hukuman melalui cara-cara serta segala daya telah diupayakan guru tidak juga berhasil mengubah perilaku anak, mungkin jalan terakhir dan terbaik bagi sekolah adalah mengembalikan si anak kepada orangtuanya. Berkaca pada kasus-kasus yang telah terjadi sebelumnya, guru kini mesti ekstra hati-hati dalam memberikan hukuman pada siswa. Sebab, sedikit saja salah dalam memberikan hukuman, guru bisa tergelincir dalam lubang hukum. Agar para guru terhindar dari persoalan hukum atau dituduh sebagai pelaku tindak kekerasan, sebaiknya guru menghindari memberikan hukuman yang bersifat negatif pada anak. 

Hukuman yang bersifat negatif tersebut di antaranya: menggunakan kekerasan seperti pukulan, cubitan, cambukan karena anak yang mendapat hukuman keras cenderung untuk berbohong dibanding anak yang jarang mendapat hukuman keras. Marah besar karena dapat menimbulkan trauma mendalam yang terbawa sampai mereka dewasa. Berkata kasar seperti tolol, goblok, setan kamu, kurang ajar, akan melukai perasaan anak dan dapat menghilangkan rasa percaya diri. Anak yang sering mendapatkan makian kasar cenderung tidak mengembangkan kemampuannya dan justru menarik diri dari lingkungan sosialnya. Tanpa harus tergiring dalam perdebatan benar tidaknya tindakan guru Nurmayani dalam memberikan hukuman, kita wajib mendorong dan menyuarakan pendidikan dalam hal ini dinas pendidikan dan kepala daerah memberikan perlindungan atau bantuan hukum yang proporsional terhadap yang bersangkutan karena tindakannya terhadap siswa masih dalam kerangka menjalankan profesinya mendidik anak. Sehingga penyelesaian masalah-masalahan secara non hukum, seharusnya dapat dicapai tanpa merugikan siapapun. 

Penahanan Guru Nurmayani, tanpa menutup mata pada apa yang dialami oleh siswa korban, dapat kita pastikan memberikan efek psikis yang sangat berat ditanggung yang bersangkutan terkait profesinya sebagai pendidik. Penahanan sang guru, yang rasanya mustahil melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,  selain akan menelantarkan ratusan siswa didikannya, juga bakal menenggelamkan kepercayaan dirinya untuk mengajar dan mendidik. Kita berharap, kasus Guru Nurmayani memberikan hikmah kepada seluruh guru di tanah air untuk lebih reflektif dan tidak menjadi apatis dalam mendidik.

Dimuat Di Harian Radar Subar Edisi Rabu 18 Mei 2016
Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Sulawesi Barat
2.        Kontak Person 085242669933/08114202576
3.        Email : hilmanpaturusy@gmail.com