Minggu, 21 April 2013

Pengetahuan Melahirkan Pengetahuan

Ilmu pengetahuan akan terus mengalami perubahan yang dalam konteks ini mengalami perkembangan. Bukan ke arah yang semakin sederhana tetapi sebaliknya menuju ke sebuah padang maha luas seakan tak bertepi. Dalam sains, penemuan-penemuan baru yang disingkap oleh para ilmuwan, ternyata tidak berhenti sampai pada titik itu. Penemuan-penemuan tersebut bukannya menyibak misteri kegelapan pengetahuan atau menjadi penjelasan atas sebuah keanehan yang konsisten tetapi justru kerap terjadi melahirkan berbagai misteri baru yang menuntut penjelasan. 

Dalam bukunya Dasar Dasar Sains, Surjani Wonorahardjo, memberikan ilustrasi singkat betapa penemuan rumus struktur senyawa stabil C60  (fulerena) oleh beberapa kimiawan di University of Texas, telah memberikan inspirasi bagi ilmuwan lain untuk “memodifikasi”  senyawa tersebut , misalnya dengan mengaitkan beberapa gugus fungsi atau alkyl lainnya di sekitarnya. Bahkan ada juga ilmuwan yang berhasil menggabungkan gugus-gugus reaktifdan senyawa-senyawa organometalik ke senyawa C60. Lalu ada pula yang menguji bagaimana keadaan senyawan stabil ke dalam matriks berpori dan diukur kecepatan difusinya.  

Perkembangan yang terjadi setelah penemuan rumus struktur senyawa fulerena tidak pernah diduga sebelumnya. Ini yang menurut saya, penemuan baru akan melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru. Dari pertanyaan-pertanyaan baru kemungkinannya juga akan melahirkan penemuan-penemuan baru. Dan begitulah seterusnya. 

Pada mulanya, upaya menyingkap tabir pengetahuan tidak menuntut banyak metode. Beberapa permasalahan yang sederhana yang bisa menimbulkan pertanyaan, cukup dijelaskan hanya dengan mengamati  menggungakan panca indera. Tetapi dalam perkembangannya, ketertarikan manusia mengetahui lebih dalam berbagai rahasia alam, rupanya menuntut cara-cara yang lebih kompleks. Jika sebuah metode tidak mampu memberikan sarana yang cukup untuk memecahkan sebuah persoalan, maka akan cari metode lain yang lebih sesuai dan dianggap mampu memberikan penjelasan secara ilmiah. 

Dapat dipahami jika pengetahuan baru menawarkan metode baru lintas ilmu yang perkembangannya sangat pesat. Peminatnya banyak sehingga melahirkan cabang ilmu baru. Cabang-cabang ini bergerak sendiri seakan meninggalkan induknya dan memberikan konstribusi pengetahuan yang lebih lengkap dan lebih dalam. Cabang-cabang seakan terpisah satu sama lain. Pemisahan pengetehuan ini menjadi berbagai cabang telah mendominasi perkembangan sains. Hasilnya lahirlah cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai bidang kajian yang sangat spesifik dan seakan terkurung dalam “tembok pemisah” dan berdiri terpisah dengan bidang kajian pengetahuan lainnnya. 

Pemisahan cabang-cabang ilmu pengetahuan ini telah terjadi terus menerus. Setiap cabang yang mengalami kejenuhan, akan melahirkan percabangan baru demikian seterusnya.  Sehingga sangat lazim kita menemukan ilmuwan-ilmuwan masa kini yang sangat mumpuni dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu namun seakan “lupa” dengan pengetahuan induk yang melahirkan cabang pengetahuan dari bidang yang digelutinya. Menurut saya wajar karena manusia mempunya keterbatasan. Atau menurut pepatah lama “tahu sedikit tapi banyak lebih baik daripada tahu banyak tapi sedikit-sedikit”. 
Perkembangan ilmu dan teknologi di bidang informadi dan komunikasi menjadi jembatan penghubung yang efektif di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tadinya bergerak sendiri-sendiri. Teknologi internet melahirkan pola keilmuan yang cenderung bergerak sinergis dalam memecahkan sebuah permasalahan. 

Perkembangan sains dari yang umum ke khusus dan seakan kembali lagi dari yang khusus mengarah ke yang umum, telah menimbulkan berbagai pandangan dan sikap dari para pemikir yang hidup di awal abad ke-20. Muncullah falsifikasi atau Falibisme dari Popper, verifikasi yang berkelanjutan dari Lingkaran Wina, perubahan paradigma oleh Kuhn, sains sebagai program penelitian (Lakatos), gaya anarkis ilmuwan dalam bekerja (Feyerabend), dan ada juga yang memaksa ilmuwan untuk menengok sejarah masa lalu (Bachelard). 

Maknanya adalah ilmuwan harus melihat pendekatannya dengan wawasan yang lebih umum setelah sekian lama berkecimpung dengan wilayah kerja yang sangat spesifik. 
Secara ringkas, berbagai pandangan para pemikir tersebut akan diuraikan berikut: 

A. POPPER dengan Prinsip Falsifikasi dan Metode Ilmu Pengetahuan 
Pengamatan akan dituntun oleh teori, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan yang juga didukung oleh teori. Jika pengetahuan berikutnya berbeda dengan pengetahuan yang ada saat ini, maka teori yang ada juga harus disesuaikan.  

Popper membedakan pernyataan bermakna dengan pernyataan tak bermakna dengan ilmiah dan tidak ilmiah tergantung pada pembuktian secara empirisnya.  Logika Popper  berkembang sampai pada metode falsifikasi/falibilisme. Kaitan falsifikasi dengan logika dapat diterangkan dengan H0. Penelitian dan pengambilan data tetap diperlukan untuk dapat menarik kesimpulan yang benar, namun H0 digunakan sebagai alternative. 

Popper menyatakan bahwa logika (metode induksi) saja tidak cukup untuk menentukan kebenaran pernyataan ilmiah, yang paling tepat adalah dengan menggunakan logika deduksi karena dapat memperhitungkan bukti empiris sehingga memungkinkan untuk pembuktian H0.

Ilmu pengetahuan merupakan hasil rekaman empirik dari zaman ke zaman yang dianalisis dengan metode tertentu, namun validitas suatu pengetahuan justru terletak pada falsibilitasnya, atau pada suatu saat dapat dibuktikan salah. Hal ini disebabkan karena kita tidak mungkin mengumpulkan data selengkap-lengkapnya untuk mendukung suatu teori dengan kuat dan sangat benar. Ilmuwan yang baik seharusnya menggunakan sejumlah metode untuk membuktikan kebenaran teorinya. Ilmu pengetahuan maju bukan karena akumulasi ilmu yang terus bertambah, melainkan karena berkurangnya kesalahan (error elimination). 

B. Kuhn dengan Revolusi Sains
Menurut Kuhn masyarakat yang ada terlalu fanatik memegang beberapa teori dan berusaha menlindungi teori tersebut dengan menyodorkan semua fakta yang mendukung serta terus mengumpulkan fakta baru untuk mempertahankan teori tersebut. Perubahan mendalam sejarah ilmu justru lahir dari revolusi ilmiah, bukan berdasarkan upaya empiris yang membuktikan salah satu teoria atau sistem dan upaya falsifikasi untuk tujuan penyempurnaannya. 

Metode induksi serta upaya falsifikasi dan penyempurnaan dalam sains yang berkembang tidak memberikan bukti yang berarti dalam sejarah.  Perkembangan sains berada dalam konteks sejarahnya sendiri, yang tak dapat di pisahkan menjadi bagian-bagian yang mandiri.  Unsur penting yang harus ada adalah masyarakat ilmiah, baik itu di kampus, lembaga penelitian, pusat pengembangan dan penelitian, atau dimana saja dimana masyarakat ilmiah sudah ada.

C. Lakatos dengan Program Penelitiannya
Lakatos menggagas bahwa Ilmu pengetahuan dan teori merupakan struktur ilmiah yang terbentuk dalam sejarah. Program-program penelitian ke dalam struktur pengetahuan dan teori yang tidak dapat lepas dari suasana dan zaman saat struktur ini ada. Negative heuristic dari program memuat juga inti teori yang tidak boleh dimodifikasi atau di tolak. Asumsi ini harus tahan terhadap falsifikasi dan “dilindungi” oleh hipotesis pendukung. 
Positif heuristic memuat langkah-langkah yang benar-benar akan diambil untuk meakukan penelitian, termasuk dengan pengembangan dan penambahan asumsi-asumsi lebih lanjut yang akan tergantung pada fenomena terbaru yang ditemui. 

D. Feyerabend dengan Pendekatan Anarkistik
Berangkat dari kompleksitas ilmu dan ia menentang adanya keteraturan perkembangan ilmu yang dirumuskan ke dalam aturan dan hukum. Sebaiknya ilmuwan tidak dibatasi ketat oleh aturan dan hukum walaupun pada awal nya dibimbing oleh metode yang ada. Ilmuwan  harus bebas dan kegiatan keilmuwan adalah upaya “anarkistik” .  Metodologi sains tidak sepenuhnya kompatibel dengan sejarah. 

E. Bachelard mengingkatkan akan Pentingnya Sejarah
Menurut Bachelard  mekanika gelombang mencerminkan “dialektika” (cara pandang yang mementingkan konsep-konsep yang berlawanan yang di miliki oleh objek: ada thesis, antithesis, dan kemudian sintetis). Konsep ini menjadi ide utama dalam sistem metoda pencarian pengtahuan.

Alam tinggal dan berjalan seperti adanya, sedangkan pengetahuan manusia berkembang menciptakan sistem yang dapat menjelaskan alam menurut pemahaman manusia dan kemampuan manusia untuk memahami. Semua proses pencarian pengetahuan alam ditentukan oleh konteksnya dalam sejarah. 

Catatan Kuliah. Malang,  07 Agustus 

0 komentar :

Posting Komentar