Rabu, 27 Maret 2013

Jejak Kaki di Gunung Bromo (I)

Melihat kawah Gunung Bromo secara langsung adalah impian yang  lama terpendam. Kisah  Joko Seger dan Roro Anteng, yang menjadi roh dari kawasan Bromo, adalah legenda yang sering kubaca di perpustakaan sekolah waktu  masih SD dulu. Yah, menjadi bagian imaginasi kecilku karena letak Bromo yang memang jauh sekali dari tempat tinggalku di Sulawesi Selatan. Banyak kisah tentang gunung-gunung di pulau Jawa, seperti Gunug Merapi, Gunung Lawu, Gunung Kawi, Gunung Kelud, yang terselip dalam berbagai cerita di majalah, koran, sandiwara radio, atau sinetron TV, yang mungkin mengisi imaginasi anak-anak kecil seperti diriku dulu. Nah, melihat secara langsung apa yang sering dikisahkan dalam berbagai buku cerita itu, tentu membangkitkan emosi tersendiri. Apalagi kalau bukan rasa kagum dan perasaan kecilnya diriku di hadapan ciptaan Allah SWT. 


Meskipun hasrat mendatangi Bromo sudah terencana sejak aku kuliah di salah satu PT di Malang tahun 2012 lalu, namun baru 20 Maret 2013, keinginan itu terkabul. Kawan-kawan mahasiswa di Program Studi IPA tiba-tiba saja sepakat berangkat sore itu juga, padahal diskusi tentang rencana ke Bromo baru dibicarakan siangnya. Terpaksalah aku mengacungkan tangan tanda setuju setelah "dipaksa-paksa" sama Hamzah, sohibku.  Padahal baru kemarin aku tiba dari Mamuju setelah menumpuh perjalanan 24 jam. Kondisi tubuhku pun kurang sehat. Badanku agak demam dan hidungku meler gara-gara pilek. 
Tidak apa-apalah, "kapan lagi" ujarku dalam hati. Segera kubayar ongkos transport Rp.100 ribu tanda persetujuan. Penasaran dengan Bromo, kubaca salah satu artike;l di sebuah blog yang menyarankan agar jangan ke Bromo kalau tubuh tidak sehat. "Ah..persetan, pokoknya berangkat dah," kataku meskipun agak khawatir juga  sih. 

Pukul 22.00 kami sudah standby di depan kampus UM, menunggu mobil rental menjemput sambil menikmati susu jahe. Nah ini pic-nya.
   


Tak lama, dua all new avansa hitam datang dan melaju mengantarkan kami ke Tosari, salah satu desa yang harus disinggahi kalau ingin ke Bromo. Perjalanannya memakan waktu kurang lebih dua jam. Jalan menuju Tosari bener-bener gila menurutku. Penuh tanjakan dan penuh belokan. Kalau gak tahan, pasti mabuk. Benar saja, salah seorang kawan (Ibu Baiq) yang duduk di bangku tengah muntah. Hihii ..kacian!!

Sekitar pukul 13.00 kami sudah tiba di chekpoint I di Tosari. Sepi! tak ada mobil lain selain mobil yang kami tumpangi. Begitu turun dari mobil, rombongan kami yang berjumlah 12 orang tak hanya di serbu hawa dingin. tetapi juga diserbu pedagang asongan dan penawar jasa penginapan/travel. Berbagai perlengkapan penahan dingin pun berpindah tempat dari kotak dagangan ke tubuh kawan-kawan. Ada yang beli tutup kepala, syal, sarung tangan, kaos kaki. Harganya lumayan murah, Rp 15 ribuan per part. Harganya sama saja di Malang. 
Sambil menunggu pukul 03.00 dinihari, kami menikmati hangatnya kopi susu dan segelas mie. Tak lupa berpose...







0 komentar :

Posting Komentar